---- PART 2
PART
2: SA(DAKO)ILOR MOON
“Wah sepertinya kita
kedatangan tamu nih!” ucap laki-laki berkacamata itu.
“Helloooo, tamu?” sahut
kak Moci sembari mengangkat telapak tangan kanannya.
“Betul tidak Ci?”
tanyanya. Seketika kedua mata kak Moci mengarah ke nama di papan yang menggantung
di leher gue. “Oh, hahaha.. Adek-adek, hari ini kita kedatangan kerbau. Sebagaimana
kerbau ya, membantu petani sehingga berdampak pada rasa senang pak petani. Betul
tidak adek-adek?”
“Betul!!!! Betul tidak
kak Boy?” serempak siswa baru tersebut bersatu mendiskriminasi gue. Gaes! Padahal
gue salah satu di antara kalian. Hiks.
“Betul adek-adek!”
sahut laki-laki berkacamata itu yang akhirnya gue ketahui namanya, Boy.
“Si kerbau langung saja
membajak sawah, betul tidak Ci?” kak Boy seakan meminta izin ke kak Moci. Kak Moci
pun menjawabnya dengan anggukan.
Oke. Sebelum gue
digiring dua panitia ospek ke kelompok Terong, ya Terong karena anggotanya
kebanyakan laki-laki. Kenapa mesti terong ya? Mmmm.. oke, balik kepenjelasan
awal. Gue di briefing sama kak Vira. Kak
Vira ngejelasin ke gue, kalau “Bajak Sawah” itu berarti gue harus
memperkenalkan nama, kesalahan yang diperbuat serta permintaan maaf, dan
menghibur peserta disana dengan kemampuan gue. Tapi, mampusnya gue disini, gue
harus menghibur dengan cara yang berbeda-beda dari kelompok 1 sampai kelompok 6.
“Apupun itu, yang
terjadi, terjadilah!” rengek gue pelan.
“Selamat pagi
teman-teman!!” sapa gue dengan kencang. Oke, untuk mempersingkat waktu dan rasa
malu, gue akan membajak sawah secara efisien. “Perkenalkan saya Bunga Mawar,
kadang Bunga melati, tapi seringnya saya Bunga yang di tayangkan dalam Investigasi
Trans TV.”
“Hahaha..”
mmm.. boleh juga nih,
ada yang tertawa dan mesem-mesem gak karuan.
“Saya mendapatkan nama
baru Kerbau ini hasil dari kebaikan kak Vira. Saya datang terlambat 10 menit
dan saya kurang sopan terhadap senior. Perilaku saya tidak patut di contoh dan
saya minta maaf atas kesalahan tersebut. Terimakasih.” Gue menundukan kepala
sebagai akhir dari Bajak Sawah di
kelompok Terong ini. Setelah itu, gue kembali ke posisi semula, di samping kak
Moci dan kak Vira.
“Loh sudah?” kak Moci
terkejut, seakan gak percaya kalau itu merupakan pertunjukan Bajak Sawah gue
yang gue kemas secara efisien.
“Sudah kak. Saya juga
udah kasih hiburan berupa stand up comedy
tadi. Buktinya ada yang ketawakan tadi?” gue nunjuk anggota Terong dengan asal.
“Betul tidak sudah
selesai?” tanya kak Boy.
“BETUL!!!!!!!” teriak
gue dengan penuh semangat. Saking semangatnya, kayak emak-emak minta harga
sembako turun ke pegawai POM bensin. Horror. Seketika kak Boy melangkah mundur
dari posisinya yang sekarang. “Betul tidak kak Boy?” tanya gue.
“Be.. be.. betul. Betul
tidak adek-adek?” tanya kak Boy ke anggota Terong.
“Betul kak. Betul tidak
kak Boy?” sahut anggota Terong.
“Aagh! Pusing bet dah denger
betul tidak, betul tidak, betul tidak mulu. Gak lama keracunan nih otak gue. Cuss
cabut!” kak Moci membuka kipas souvenir
pernikahan punyanya dengan kencang. Lalu ia pergi dengan langkah ala model Hollywood
kesurupan kuda lumping.
“Eh, lu kerbau! Lu mesti
ucapin terimakasih ke kita-kita ye! Karena kita udah mau setia dampingin lu sampai
di kelompok terakhir, kelompok Kubis.” Oceh kak Moci.
“Hihihi..” kak Vira
tertawa kecil melihat kak Moci ngomel sambil kibas-kibas kipas di depan
wajahnya. “Habis ini kita balik kok Ci, lu bisa istirahat.” Lanjut kak Vira.
“Makasih banyak kak Vira cantik dan kak Moci kece
udah setia mendampingi saya.” gue menyalami mereka layaknya tamu di acara pernikahan.
“Camkan ya! Kelompok Kubis
ini adalah kelompok special gak pake ekspresi. Mereka tar tar datar! Kalo lu
berhasil membuat mereka ketawa.. Eeh berat sih kayaknya, kalau lu berhasil buat
mereka bisa berekspresi aja, apapun ekspresinya, lu kita anggap tuntas dari
Bajak Sawah ini!” tutur kak Moci.
“Kalau enggak? Beeh..
lu..” kak Vira mencengkram lehernya, “tamat!”
Huuuft.. hidup mati
gue, kelompok Kubis yang menentukan. Kalau gue bisa membuat mereka terhibur, setidaknya
berekspresi berarti Bajak Sawah gue resmi berakhir! Tenang Bunga, gak ada orang
yang seperti apa yang dikatakan kak Moci. Kak Moci cuman mau ngebuat lu takut.
OH
MY
GOD
!!!
“Uyy Moon!” sapa kak
Moci pada perempuan dengan rambut panjang terurai ke depan dan badannya sedikit
membungkuk. Layaknya Sadoko kurang gizi.
“Itu siapa kak?” bisik
gue ke kak Vira.
“Namanya Mona. Dia..”
“Hai Kak Mona, saya
Kerbau.” Yap sebelum kak Vira menuntaskan ucapannya, gue langsung gercep (gerak
cepat) buat nuntasin aktivitas ini. Gue sapa kak Mona dengan riang dan energik.
“......”
“.....”
Hening.
“Huuft.. huuft..
huuuft..” saat itu, gue hanya mendengar lantunan nafas kak Moci dari belakang yang
semakin membabi buta.
Keheningan semakin
mencengkram. Gue.. gue gak kuat. Gue memutuskan untuk balik badan buat minta
pertolongan ke dua senior yang setia mendampingi gue dari awal. Tapi, gue harus
menelan pil pahit. Gue ngeliat kak Moci dan Kak Vira lari ninggalin gue gitu
aja.
“GLEK! Sepertinya yang
diceritain kak Moci bener deh.” Ucap gue pelan.
Tiba-tiba ada telapak
tangan menepuk pundak kanan gue, “Aaaaagh!!!”
Astaga, gue bener-bener
kaget! Muka kak Mona deket banget dengan muka gue. Rasanya itu seperti ngeliat
Sadoka udah setengah badan keluar dari TV dan lu gak bisa beranjak dari tempat
duduk.
“Pang.. pang..” dia
berbisik ke gue.
“Pang.. pang?” sahut
gue gemeteran.
“Pang.. Panggil gue Sailor
Moon.” Lanjutnya.
“GLEK!” Sailor Moon
macam apa ini? “Ee.. kak Sailor Moon. Hai kak Sailor Moon.. he he
he kak Sailor Moon. He he he
Sailor Moon.. Sailor Moon..”
Otak gue rusak. Otak gue
terlalu mikir keras, mencari penjelasan buat menyamakan Sailor Moon dengan
Sadako. Ini sungguh pemaksaan.
Finally,
gue
kembali ke kumpulan panitia ospek dengan setengah bibir terangkat sambil
berkata “Sailor Moon” sepanjang jalan.
Aaaaaaah..
Bajak Sawah!! Hikmah yang bisa gue ambil: DENGERIN PENJELASAN ORANG DULU! supaya gak kejadian nemu Sadako pingin jadi Sailor Moon.
Komentar
Posting Komentar